bisnis

Senin, 10 Januari 2011

Menhan Korsel dan Jepang Bahas Eratkan Hubungan Militer

Seoul (ANTARA/Yonhap-OANA) - Kepala pertahanan Korea Selatan dan Jepang Senin akan mengadakan pembicaraan bertujuan mempererat kerja sama militer, kata para perwira militer di Seoul, di tengah memuncaknya ketegangan atas provokasi Korea Utara belakangan ini.

Menteri Pertahanan Kim Kwan-jin dan timpalannya dari Jepang Toshimi Kitazawa akan mengadakan pembicaraan satu jam di Seoul, tempat keduanya juga diperkirakan akan bertukar pandangan mengenai program senjata nuklir Korea Utara dan aksi bombardemennya terhadap sebuah pulau Korea Selatan pada November tahun lalu.

Perundingan tampaknya difokuskan pada prospek penandatanganan dua perjanjian untuk memfasilitasi informasi dan kerja sama kemiliteran bersama dalam pertukaran barang-barang dan jasa kemiliteran seperti makanan, bahan bakar dan transportasi pada saat operasi-operasi masa damai seperti penjagaan perdamaian dan upaya penyelamatan bencana, kata para penjabat di Seoul.

Meski demikian, perundingan-perundingan Senin tampaknya akan dibatasi pada konfirmasi kesepahaman dalam memperkuat hubungan militer antara dua negara tetangga itu, menurut para penjabat.

Korea Selatan masih sensitif mengenai pendalaman hubungan kemiliteran, mengingat kepahitan akibat penjajahan brutal Tokyo terhadap Semenanjung Korea pada awal abad 20.

"Masalah penandatanganan pakta militer dengan Jepang ini masih pada tahap awal, dan pembicaraan hari ini diharapkan untuk membangun pemahaman bersama tentang pakta itu," kata seorang pejabat di kementerian pertahanan Seoul.

Kedua belah pihak dijadwalkan akan mengeluarkan pernyataan pers bersama setelah akhir pembicaraan sekitar pukul 18:00 waktu setempat, kata pejabat itu tanpa menyebut nama.

Korea Selatan dan Jepang mengadakan pembicaraan untuk apa yang disebut "Perjanjian Keamanan Umum Informasi Militer (GSOMIA)" mengenai perlindungan rahasia militer di masa lalu, tapi sedikit kemajuan telah dibuat.

Perjanjian lain yang dijajaki adalah "Akuisisi dan Cross-Servicing Agreement" yang akan menetapkan kewajiban atas perlengkapan militer bertukar dan jasa.

Jika GSOMIA ditandatangani, itu akan memungkinkan Korea Selatan dan Jepang secara sistematis melakukan pertukaran intelijen mengenai program nuklir Korea Utara dan senjata pemusnah massal, kata para pejabat.

Pada April 2009, Seoul dan Tokyo menandatangani "nota kesepahaman" kerja sama militer yang komprehensif, tetapi tidak ada pakta militer yang telah begitu jauh tercapai.

Pembicaraan pertahanan tingkat tinggi antara Seoul dan Tokyo, yang pertama dalam hampir dua tahun, juga terjadi pada saat Amerika Serikat menyerukan dua sekutunya di Asia untuk meningkatkan kerja sama militer dalam menanggapi agresi berani Korea Utara.

Korea Utara menembakkan artileri terhadap pulau Yeonpyeong, dekat perbatasan Laut Kuning pada 23 November, menewaskan dua marinir Korea Selatan dan dua warga sipil.

Peristiwa itu terjadi hanya delapan bulan setelah Pyongyang dituduh menorpedo korvet Angkatan Laut Korea Selatan, yang menewaskan 46 pelaut.

Menanggapi agresi militer Korea Utara, Korea Selatan dan Jepang mengirimkan pengamat mereka masing-masing untuk latihan militer dengan AS untuk pertama kalinya pada tahun lalu.

Pada kunjungannya ke Seoul setelah serangan Yeonpyeong, Laksamana AS Mike Mullen mengusulkan latihan militer bersama antara Korea Selatan, Jepang dan Amerika Serikat untuk meningkatkan pencegahan terhadap Korea Utara.

Namun, para pejabat Korea Selatan menyatakan keberatan karena langkah tersebut akan bertentangan dengan konstitusi pasifis Jepang yang melarang keras penggunaan kekerasan sebagai sarana penyelesaian perselisihan internasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar