REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi I DPR Tb Hasanudin mengingatkan, draf RUU Intelejen Negara versi DPR yang telah disepakati semua fraksi tidak menginginkan intelijen memiliki kewenangan menangkap. Penangkapan selain oleh penegak hukum bisa menjadi tindakan penculikan.
"Kalau intelijen ingin menangkap, bekerja sama saja dengan penegak hukum, pakai KUHAP untuk menangkap," kata Hasanudin di Gedung DPR, Kamis (31/3). Dia menegaskan, intelijen tidak bisa melakukan penangkapan.
Jika pemerintah menganggap penangkapan melalui kerja sama dengan penegak hukum prosesnya lambat, maka itu yang harus diselesaikan pemerintah. "Proses yang lambat bukan karena undang-undangnya, tapi bagaimana pemerintah melakukan koordinasi," kata Hasanudin menegaskan.
Dia mengingatkan, polisi melalui satuan reserse juga bisa melakukan penangkapan, misalnya pada pelaku teror sebelum pelaku menjalankan aksinya. "Yang menangkap reserse, pakai saja KUHAP, pakai UU Antiteror," imbuh Hasanudin.
Kalau menangkap begitu saja tanpa alasan jelas dan tidak diketahui siapa yang menangkap, maka itu sama saja dengan penculikan, apalagi jika penangkapan itu dilakukan 7x24 jam. "Ini bukan masalah oposisi, koalisi, dan partai ya, draf RUU Intelijen ini sudah disahkan di paripurna komisi," kata dia.
Selain itu, Hasanudin juga mengkritisi soal keinginan pemerintah pada isu pengawasan. "Maunya pemerintah, BIN soal pengawasan sudah lah kepalanya saja diawasi," kata dia. Namum, DPR memilih adanya komisi khusus yang mengawasi intelijen. Itu penting agar tidak ada penyalahgunaan intelijen oleh penguasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar